Devil’s advocate

Devil’s advocate

Sampe L. Purba

Apa benar Anggodo bersalah ?  atau dia hanyalah korban dari suatu permainan tingkat tinggi ?

Pemberitaan kasus Cicak vs Buaya , pasca penayangan rekaman pembicaraan Anggodo dgn beberapa orang sekitar kasus tersebut di sidang MK beberapa hari yang lalu, tampaknya telah berkembang sedemikian rupa menjadi monopoli kebenaran dari satu pihak, serta adanya trial by the press  terhadap Anggodo Cs. Para pengamat dan para ahli atau yang dianggap atau menganggap dirinya ahli sebagian besar telah menyatakan secara terang benderang bahwa ini adalah kasus rekayasa, dan meminta agar di satu sisi kasus Bibit Chandra dihentikan, sedangkan pada sisi lain agar menangkap Anggodo, seraya membebas tugaskan petinggi Kepolisian dan Petinggi Kejaksaan. Bahkan bang Buyung Cs., telah mulai ngambek apabila tuntutannya tidak dipenuhi, akan mundur beramai ramai sebagai TPF. Hanya karena setelah mendengarkan rekaman itu. Saya melihat ini sebagai sikap yang childish dan menempatkan persoalan terlalu sederhana dan naif. Kalau hanya setelah mendengarkan rekaman, lalu tuntut sana sini bersalah atau tidak bersalah, untuk apa ada TPF. Anak kecil juga bisa.

Di tengah mainstream pendapat, penulis telah diajarkan untuk selalu alert, kritis dan menyimpan beberapa reservasi untuk tidak menerima pendapat umum secara bulat-bulat. Kami percaya kebenaran hakiki, tidak datang berdasarkan pendapat mayoritas., tetapi harus berdasarkan kajian,perdebatan serta pengujian dan pembuktian fakta-fakta hukum. Adalah benar bahwa keadilan sejati adalah rasa keadilan masyarakat yang melampaui positivisme hukum hukum tertulis. Hanya pertanyaannya adalah siapa yang dimaksud dengan masyarakat. Apakah para pengamat, elit partai, LSM, Pengacara, demonstran dan suara media dapat dianggap mewakili masyarakat?. Pers, secara umum adalah tunduk kepada mekanisme pasar. Pers akan menulis sesuai dengan trend dan selera pasar. Kalaupun cover both side, side depannya adalah main stream, sedangkan side belakang atau side B nya adalah pendapat minoritas. Secara kasat mata, liputan utama lebih banyak menampilkan pembelaan dan pembenaran terhadap Bibit Cs dan institusi KPK serta penghakiman bersalah kepada Anggodo, Kepolisian dan Kejaksaan. Tidak terlalu banyak tempat untuk menampilkan pandangan dari sisi Anggodo Cs dan pengacaranya, kepolisian ataupun Kejaksaan yang sedang mengulas kasus tersebut.  Hal yang sama berlaku untuk Partai. Partai akan berbicara sesuai kepentingannya. Adakah partai yang terusik kalau aliran dana bank century dibeberkan misalnya, atau adakah partai yang terancam kalau KPK semakin kuat dan getol menyidik kader-kadernya secara tebang pilih. Partai yang benar benar partai adalah yang pandai membaca arah angin serta jeli membaui aroma tiupannya.

Beberapa pertanyaan kritis yang harus kita selalu pegang adalah :

  1. Menyangkut rekaman

Rekaman ini hanya dari satu pihak, yaitu KPK. Kita tidak tahu dan tidak diberi tahu apakah ada rekaman-rekaman lainnya yang mungkin saja isi rekamannya tidak memihak kepada institusi dan perorangan ini. Apakah ada rekaman lainnya yang menyudutkan para pihak, institusi dan oknum yang saat ini dipersepsikan terzhalimi?. Para pencari kebenaran sejati harus mendapatkan jawaban atas hal tersebut dari KPK. Khalayak harus diberitahu dan diyakinkan bahwa rekaman yang dibuka tidak hanya yang bernada dan membenarkan adanya rekayasa itu. Ary Muladi dan Eddy Sumarsono adalah orang-orang yang disebut-sebut sebagai perantara kasus antara orang yang berurusan hukum  dengan para penegak hukum. Mari kita tanya seluruh institusi di Republik ini, apakah ada kontak atau rekaman pembicaraan antara Ari Muladi dan Eddy Sumarsono dengan orang-orang KPK atau institusi penegak hukum lain misalnya?

 

  1. Lokalisasi dan pengalihan isu mozaik mozaik kasus berantai Tanjung api-api, Bank Century dan Radio Masaro

 

Sepanjang kita ikuti dari beberapa publiksasi pers, kasus yang terjadi sekarang ini adalah kait mengait antara kasus Tanjung api-api, Masaro dan Bank Century.

Dalam kasus dugaan suap alih fungsi lahan Pelabuhan Tanjung Api-api Musi Banyu asin, Sumsel, KPK membidik Yusuf Erwin Faishal. Ybs telah ditahan pada 16 Juli 2008. Sialnya, karena Yusuf berkantor di gedung Masaro, dalam salah satu dokumen terindikasi bahwa Anggoro (presdir Masaro)  ada kasus dugaan korupsi pada pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Dept. Kehutanan. Pihak pengacara Anggoro (Bonaran Situmeang) menyatakan bahwa kasus Tanjung api-api tidak ada hubungan dengan Anggoro., lalu kenapa kantor, rumah kediaman keluarga dan property Anggoro yang diutak-atik KPK. Pihak Anggoro merasa terteror dan terintimidasi oleh para petugas KPK, sehingga terdorong untuk mencari penyelesaian termasuk dengan menggunakan jasa orang yang dianggap dekat dengan KPK.

Sampai di sini, pihak Anggoro merasa telah terjadi penyalah gunaan wewenang dan pemerasan baik secara langsung maupun tidak langsung atas ketenangan hidup dan bisnis  keluarga Anggoro yang tidak ada hubungannya dengan kasus Tanjung api-api. Di sisi lain, Anggoro menyatakan bahwa proyek Masaro adalah proyek yang legal dan benar dikerjakan, dilaporkan dan diterima hasilnya dengan baik oleh Pemerintah/ pemberi kerja termasuk telah diaudit oleh lembaga yang berwenang. Untuk mengatasi hal ini, Anggoro menugasi adiknya Anggodo untuk membereskan dan mengembalikan ketenangan keluarga dan usaha Anggoro. Ini terpaksa dilakoni dengan cost yang sangat mahal. Anggodo menjelaskan bahwa sejak tertimpa kasus KPK, keluarga Anggoro jadi luntang lantung, anak stress, isteri stroke. (publik dengan kejam menghujat .. biarin dan tahankan).

Syahdan, sementara KPK mengumpulkan bukti-bukti yang akan menguatkan Anggoro dalam kasus Masaro, termasuk dengan metode penyadapan, tiba-tiba terdeteksi pembicaraan antara Susno Duadji (Kabareskrim) dalam kaitannya dengan kasus bail out bank Century. Kasus bank century meledak, karena diberi bail out oleh Pemerintah bersama Bank Indonesia sampai Rp. 6.7 triliun melebihi dari persetujuan DPR yang dibawah Rp. 2 triliun. Anehnya entah sebuah kebetulan atau tidak, bail-out ini dimungkinkan segera setelah ada peraturan yang berwenang yang memberi kualifikasi memungkinkan bank century untuk di bail out at any cost. Segera setelah dana dikucurkan ke bank century, para deposan besar mengambil uangnya., dan deposan yang tersendat-sendat tidak dapat mencairkan dananya, difasilitasi oleh kabareskrim di ruang kerjanya. Beliau bukan debt collector., tetapi fasilitasi yang diberikan yang mempertemukan pihak perbankan dengan deposan di ruangannya tampaknya manjur. Konon, pengaturan dan pembicaraan itulah yang tersadap oleh KPK yang membuat berang Truno 3 (sebutan umum untuk beliau). Per 30 Juni 2009 beliau bilang bahwa ada penegak hukum lainnya menyadap teleponnya. Pihak KPK bereaksi dan menyatakan kalau ada yang merasa teleponnya disadap agar menghubungi dan mengklarifikasi ke KPK. Sang Truno 3 tidak terima, maka meledaklah per 2 Juli 2009 dalam wawancara Tempo, ungkapan beliau yang fenomenal menggegerkan itu “ Cicak kok mau melawan buaya”.

Kasus Bank Century, bukanlah kasus kecil. Ini ibarat kasus BLBI jilid 3. Tidak kurang dari Wapres Jusuf Kalla (ketika itu), menyatakan bahwa dibalik kasus ini ada orang-orang besar dan peristiwa-peristiwa besar terkait dengan aliran dana yang sedemikian massif yang mengganggu dan membebani rakyat setiap tahun melalui APBN untuk menutupi bail out tersebut.
Wapres JK, walaupun sadar waktu dan kondisi politik sudah tidak di pihaknya, dengan berang meradang menyatakan dan sempat berbantah cakap dengan Menkeu dan (mantan) Gubernur BI mengenai .. ada apa di balik bank century… Kemana aliran dana tersebut. Apa benar dalam rangka membiayai dana politik tertentu, atau memang tidak ada apa apanya?. Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur BI (yang kini jadi wapres) menyatakan tidak ada apa-apa. Semua normal-normal saja. Anehnya ketika kasusnya akan dibuka, termasuk ke mana aliran dana itu, BPK yang ditugasi untuk menelisik tidak mampu atau belum mampu menunaikan tugasnya, sekalipun Ketua BPK nya Anwar Nasution sudah berkomitmen untuk menyelesaikannya sebelum lengser. Ketua BPK penggantinya, bapak Hadi Purnomo, telah juga memberikan sinyal bahwa tidak mungkin aliran dana itu dapat ditelusuri. Aliran dana Bank Century dapat dibuka oleh Pusat Penyelidikan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), hanya kepada pengadilan.  Aneh bukan?. Sampai lebaran monyet pun ini tidak akan terungkap kalau semua pihak berlindung di balik alasan formal legalistik tersebut.

Setali tiga uang dengan KPK. Terkesan ritmenya dibuat sedemikian rupa untuk tidak lagi menyinggung aroma kasus korupsi yang mungkin ada pada Bank Century, namun tetap menyisakan ancaman pada petinggi trunojoyo dan lingkaran dalamnya.

Apakah kita dapat berharap kepada partai-partai politik untuk mengungkap kasus aliran dana Bank Century ini?. Jawabnya tergantung kepentingan dan arah angin. Kalau dahulu dalam bulog gate atau tengara aliran dana brunai gate  dapat melengserkan seorang Gus Dur itu karena modal politik sang Presiden humanis tersebut teramat cekak. Sekarang?. Hampir semua partai ibarat laron genit yang mengitari temaram obor sambil berseliweran mempertontonkan sayap indah di balik sengatnya yang dapat menghunjam tiba tiba.

Dalam hal kasus Anggoro ada periode on off. Ada jangka waktu yang cukup lama antara menggebu-gebunya petugas KPK mengobrak abrik keluarga Anggoro, setelah itu adem ayem. Kasus ini barulah menghangat kembali ketika Antasari Azhar memberikan testimoni pada 16 Mei 2009 mengenai adanya dugaan suap kepada petinggi KPK dalam kasus Masaro. KPK segera (untuk tidak menyebut buru-buru) mengenakan status tersangka dan buron DPO kepada Anggoro. Sebelumnya ? Adem ayem, toto tentrem kerto rehorjo.

Entah kebetulan atau tidak, hal-hal yang dituduhkan dan dihebohkan mengenai dugaan suap oleh pihak Anggoro atau pemerasan oleh KPK (tergantung versi mana dan dari mana Sampeyan berada), terjadi pada periode adem ayem tersebut, di mana menurut Anggodo, sejumlah besar rupiah berseliweran ke kantong dan meja pejabat dan para penegak hukum melalui sang operator lapangan yang bernama Ari Muladi.

 

  1. Orkestrasi pengalihan isu

Opini publik yang coba dibangun menjadi  kebenaran sejati saat ini adalah bahwa ini adalah rekayasa pelemahan KPK. Lihatlah para aktor itu bermain dan berorasi. Beberapa di antaranya menyarankan bahwa kasus Bibit – Chandra tidak perlu dilanjutkan, alias ditutup, diabolisi dan dipetieskan. Mereka menyebut ini adalah kasus sesat. Pada hal mereka adalah tersangka resmi dari suatu lembaga penegak hukum yang resmi.  Lembaga Kepolisian dan Kejaksaan pun dihujat serta dibangun opini sebagai lembaga korup yang tidak dapat dipercaya. Sementara lembaga KPK dipersepsikan adalah lembaga (yang mungkin mendekati) setingkat malaikat tidak tanpa dosa. Pada hal, di lembaga itu, tulang punggung utamanya adalah para karyawan pinjaman atau perbantuan dari Kepolisian, Kejaksaan dan Auditor BPKP. (dalam salah satu episode pergesekan antara beberapa lembaga,  pimpinan BPKP pernah mau mengaudit kinerja KPK, tetapi langsung buru-buru dihantam kiri kanan oleh para LSM dan aktor paduan suara lainnya, serta ditutup dan larang tegas oleh Petinggi tertinggi Republik). KPK adalah anak emas dan anak kandung buah reformasi yang harus dijaga keutuhan dan kedigdayaannya dan tidak boleh diusik sama sekali. Sekali berkelebat, pantang mundur, bahkan kerabat terdekat petinggi kita tidak luput dari libasan pedang keadilan kpk. Ya, suatu takhta harus didirikan di atas tumbal. Jer basuki mawa bea.

Pada hal., banyak pihak merasa bahwa KPK hanya tebang pilih terhadap pihak – pihak yang sudah di luar kekuasaan. Megawati termasuk yang mengeluh soal itu.

Di antara para pesohor dan petinggi hukum, hanya sedikit yang bersuara minor mengenai bangunan image ini. Indra Syahnun, Kaligis dan Bonaran adalah sedikit di antara banyak orang yang berani menggugat atau mencoba menggugat apa benar lembaga KPK sesuci itu.

Apabila kebenaran sejati ingin ditegakkan., hendaknya jangan ada pihak yang membabi buta mendukung satu instansi dan pada saat yang sama membabi buta mempersalahkan dan mengadili instansi atau perorangan lainnya. Kita menganut asas presumption of innocent. Lihatlah interogasi ala bang Buyung di tim TPF yang tidak memberi kesempatan membela diri kepada Anggodo. Betapa jumawa dan arogannya, seolah Anggodo tidak lagi memiliki harkat dan martabat. Kami salut kepada Polri, yang biarpun di bawah tekanan kiri kanan atas bawah tetap bergeming dan akan tetap menjalankan proses hukum. Sambil tentu juga membenahi dan membersihkan aparatnya yang korup.

Mereka memang telah menangguhkan penahanan Bibit – Chandra. Itu dilakukan setelah pengacaranya memang memintanya. Pertanyaannya kenapa tidak jauh jauh hari diminta penangguhan penahanan itu. Kenapa yang dibangun adalah opini publik dan opini LSM? Kenapa Bibit- Chandra dibiarkan dan dipersepsikan menjadi martir. Adakah itu bagian dari strategi para pembela dari LSM LSM ternama itu?

Agar kebenaran sejati terungkap, sisakanlah skeptisme atas praktek tontonan yang diedarkan secara massif di layar tivi dan berbagai talkshow.

Seraya tanyalah batinmu dengan takzim :

  1. Benarkah Anggodo seorang mastermind hebat, atau hanya sekedar korban konspirasi tingkat tinggi, atau hanya manusia biasa yang secara naluriah mau membela dan mempertahankan kebenaran dan kehormatan serta ketenangan hidup dan berusaha?” Apakah dia penyuap atau korban pemerasan?
  2. Bagaimana kelanjutan kasus Bank Century ?. Akankah itu dibiarkan tenggelam tergilas di tengah pengalihan dan containment isu serta akan menjadi bagian dari pemaafan sejarah atas kedunguan bangsa sebagaimana halnya BLBI atau pembantaian Mei 99?
  3. Bagaimana dengan para petinggi KPK dan lembaga KPK. Apakah mereka akan dibiarkan tidak diperhadapkan dengan hukum sebagaimana diinginkan oleh the mainstream?. Apakah lembaga KPK akan tetap dibiarkan sebagai lembaga superbody yang pertanggungjawabannya tidak jelas entah ke mana?
  4. Bagaimana penataan hukum kita ke depan?. Pembersihan lembaga lembaga hukum dari peri laku koruptif dan penyalah gunaan jabatan, apakah akan diikuti dengan reformasi yang substansial?

Hanya sejarah yang akan menjawab, itu pun kalau sejarah itu benar-benar akan ada.

Jkt. 5 Nov. 2009